Akibat Sering Dibully, Siswa Penderita Tumor Ganas itu Putus Sekolah

EkspresNews.com – Mengaku malu karena terus diejek sang teman, Syukur Azila (12) warga Tabek Anduang, Jorong Tanjuang Haro Utara, Nagari Sikabu-kabu Tanjung Haro Padang Panjang, Kecamatan Luak, Kabupaten Limapuluh Kota, tidak mau lagi pergi sekolah. Seperti hari-hari biasanya. Kondisi tersebut karena kaki sebelah kanannya yang terus membesar menyerupai tumor.

“Apa boleh buat Pak, untuk berobat ibu saya tidak punya uang, karena untuk menghidupi kami bertiga kakak dan adik, ibu harus bekerja sebagai tukang runtiah lado di pasar Payakumbuh dengan penghasilan hanya bisa memenuhi kebutuhan makan saja,” ujar Syukur Azila didampingi neneknya yang sudah tua renta, Lumbuk (82).

Sejak lahir, bocah malang yang ditinggal pergi oleh sang ayah, Taufik, (50) akibat prahara rumah tangga yang harus berakhir dengan perceraian dengan ibunya Yurni (45), seorang diri dia harus berjuang melawan derita sakit tumor yang menyerang telapak kaki sebelah kirinya itu. Anak kedua dari tiga bersaudara dari keluarga tidak mampu dan kurang beruntung ini, harus pasrah menerima nasib dan membiarkan tumor ganas setiap hari terus menggerogotinya.

Dengan mata sabak, bocah malang itu mengaku sejak tomur ganas menyerang kakinya, ia terpaksa putus sekolah karena malu lantaran sering diejak teman-teman sekolahnya. “Dan, lagi, guru memaksakan saya harus mengenakan sepatu untuk sekolah, padahal tumor yang menyerang telapak kaki saya sudah makin membesar tidak bisa untuk pakai sepatu,” tutur Syukur.

Akibat terus menerus diejek teman di sekolah, aku Syukur, dia malu untuk pergi sekolah dan sejak kelas 1 SD, Syukur Azila tidak mau lagi mengikuti pendidikan di sekolah. “Dulu, ketika Syukur Azila masih berumur 2 tahun, daging tumbuh di kaki kirinya itu pernah dioperasi di rumah sakit M. Jamil Padang setelah mendapat rujukan dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Adnan Wd Payakumbuh,“ ungkap Lumbuk.

Namun, entah kenapa, beberapa tahun kemudian, daging tumbuh di kaki kiri Syukur itu kembali muncul dan terus membesar.Usaha kedua kalinya untuk mengobati tumor yang menyerang kaki Syukur, pernah kembali dilakukan ke RSUD dr. Adnan WD Payakumbuh. Namun, pihak RSUD dr. Adnan WD Payakumbuh kembali merujuk Syukur untuk menjalani operasi kedua di RSUD M.Jamil Padang.

“Tapi ketika Syukur dibawa ke Padang untuk menjalani operasi kedua kalinya, pihak rumah sakit M. Jamil Padang mengulur-ulur waktu untuk mengoperasi kaki Syukur, dengan berbagai macam janji dan alasan,“ tutur Lumbuk.

Setelah gagal untuk kedua kalinya menjalani operasi, ibunya Yurni seperti putus asa dan pasrah menerima nasib anaknya. Ditambah lagi dengan beratnya perjuangan dan beban hidup yang setiap hari harus ditanggung dan dipikul seorang diri oleh Yurni. Sebagai buruh kasar pekerja runtiah lado di pasar Payakumbuh, dengan penghasilan yang diperoleh Yurni hanya bisa memenuhi kebutuhan makan untuk sehari-hari bersama empat anak-anaknya, seperti menenggelamkan keinginan Yurni untuk mengobati anaknya Syukur.

“Apa boleh buat, takdir atas ketidakmampuan ekonomi orang tuanya, telah memaksa Syukur harus pasrah menerima derita hidup terserang penyakit tumor yang tiap hari terus mengerogoti kakinya. Sebagai orang miskin yang melarat, kami hanya bisa pasrah dan berdoa, semoga saja Tuhan yang maha penguasa mengirim orang-orang berhati mulia untuk membantu derita Syukur, sehingga dia dapat menikmati hidup normal tanpa beban dan derita hidup seperti layaknya yang dinikmati teman-teman sebayanya,” harap nenek Lumbuk dengan suara terbata-bata dan berlinang air mata.

Diakui Lumbuak, untuk mengobati rasa sakit yang setiap hari menyerang Syukur, pihak keluarga hanya bisa mengobati dengan obat kampung. “ Kami tidak tahu, apakah obat kampung itu mujarab dan mampu mengobati tumor ganas yang menyerang kaki Syukur. Yang jelas, setiap hari kami terus berdoa dan berdoa, agar ada mukjizat dari Allah agar sakit yang diderita Syukur diangkat dari kakinya,” ujar nenek Lumbuk lagi. Syukur terus berharap suatu hari muncul keajaiban, sehingga ia bisa sekolah dan hidup layaknya seperti anak-anak seusianya.

(Arief Wisa)