Ragam  

Ada “Mafia Proyek Sumbar” di Kementerian PUPR

Sektor pengadaan barang dan jasa milik pemerintah rawan korupsi. KPK selama tahun 2004 hingga Januari 2016 telah menangani 145 kasus korupsi pengadaan barang dan jasa. Kontraktor yang dikalahkan tidak bernyali melakukan perlawanan hukum  bila menemukan adanya “Praktek Rekayasa Tender” atau “Praktek Transaksional” antara panitia dengan kontraktor. Korupsi dalam pengadaan barang dan jasa bukanlah kejahatan yang berdiri sendiri ?

EkspresNews.com – IR H. SUPARMAN SH M.Si MH, adalah satu dari ribuan kontraktor yang berani melakukan perlawanan hukum ketika menemukan adanya “Praktek Rekayasa Tender” atau “Praktek Transaksional” dalam pelaksanaan tender. Karena itu, kita harus mengapresiasi keberanian Direktur PT PCP Suparman melakukan perlawanan hukum terhadap Pokja ULP Provinsi Sumatera Barat yang mewakili Kepala BPJN III Sumbar-Bengkulu dalam pelelangan proyek APBN Tahun Anggaran 2017 di BPJN III Sumbar-Bengkulu dengan melakukan gugatan ke PTUN Padang. Tiga dari empat gugatannya dinyatakan menang oleh PTUN Padang. Artinya, Surat Penetapan Pemenang Lelang oleh Pokja dinyatakan batal. Bahasa rakyatnya, pelaksanaan tender itu adalah cacat hukum.

Suparman tidak berhenti sampai di tiga dari empat gugatan yang dimenangkannya di PTUN Padang itu saja, kini, indikasi korupsi di tiga paket yang ia menangkan itu dilaporkannya ke KPK. Hal Tindak Pidana Korupsi 3 Paket Proyek APBN dengan nilai HPS lebih kurang Rp 112 miliar. Ia yakin keputusan PTUN Padang itu sudah cukup sebagai bukti awal untuk membuka borok-borok yang ada di Kementerian PUPR umumnya khususnya di BPJN III Sumbar-Bengkulu, yang selama ini dari tahun ke tahun tidak pernah terungkap dan tidak ada yang berani melaporkan KKN yang sudah menggurita dan mengental di BPJN III Sumbar-Bengkulu tersebut.




Di penghujung malam yang menggigit, kita bertanya dalam diam pada diri sendiri, apa ini yang disebut-sebut dengan “Mafia Proyek” di Kementerian PUPR ? Apa pun jawaban dari pertanyaan di atas, yang jelas, tersangka korupsi proyek jalan di Maluku Utara, Abdul Khoir, menduga ada “Mafia Proyek” infrastruktur dalam Kementerian PUPR. Kepada penyidik KPK, Abdul Khoir mengaku tak hanya menyuap Damayanti dan Budi. Dia juga menyetor sedikitnya Rp 15,6 miliar kepada AMRAN MUSTAR, Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) IX, yang menangani sejumlah proyek Kementerian PUPR di Maluku dan Maluku Utara (Koran Tempo, Senin 28/3-2016). Kita yakin BPJN III Sumbar-Bengkulu, tidak seperti BPJN IX yang dipimpin oleh Kepala BPJN-nya AMRAN MUSTAR itu.

Frankly speaking, sudah bukan rahasia umum lagi bahwa setiap proyek infrastruktur yang dibiayai negara baik yang bersumber dari utang luar negeri seperti utang dari Bank Dunia (World Bank) dan APBN murni tak pernah luput dari praktek perselingkuhan antara pemilik proyek dengan kontraktor pelaksana. Biasanya, praktek perselingkuhan proyek itu sangat rapid an cantik sekali. Perselingkuhan proyek bukanlah kejahatan yang berdiri sendiri. Tahapan perselingkuhan proyek itu dilakukan sejak dari penganggaran, tender atau lelang proyek, hingga pelaksanaan proyek. Pola dan indikasi perselingkuhan ini mengindikasikan bahwa proyek ini bermasalah sejak dip roses penganggaran. Semua pelaku yang diduga ikut bertanggung jawab patut dimintai pertanggung jawaban hukumnya.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan di hadapan seluruh kepala daerah  dan pejabat Negara di Sumbar di Auditorium Gubernuran Sumbar, Rabu (24/8-2016), pengadaan barang dan jasa sekitar 80-90 % dilakukan dengan negosiasi. Sinyalemen yang dilempar Wakil ketua KPK itu kurang menjadi perhatian bagi aparat penegak hukum kita. Kita lupa, kasus korupsi di sector pengadaan barang dan jasa milik pemerintah ini tertinggi dalam kasus-kasus korupsi yang ada di Indonesia, termasuk yang ada di Sumbar. Modus operandi dalam pengadaan barang dan jasa dimulai dari proses tender yang tidak transparan, kemudian terjadi transaksional atau perselingkuhan antara panitia dan kontraktor yang akan ditetapkan sebagai pemenang lelang oleh panitia.

Dalam logika akal sehat, kita sangat menyayangkan, semangat minim sekali kontraktor yang berani untuk mengungkap modus-modus transaksional atau perselingkuhan dalam pengadaan barang dan jasa milik pemerintah untuk menempuh perlawanan secara hukum seperti yang dilakukan Direktur PT PCP Suparman. Modus seperti inilah yang menjadi penyebab utama terjadinya kasus-kasus korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa milik pemerintah.

Pertanyaannya sekarang, langkah apa yang harus kita lakukan untuk mempersempit ruang gerak terjadinya “Praktek Rekayasa Tender” atau “Praktek Perselingkuhan antara kontraktor dengan pemilik proyek” dalam hal ini umumnya Kementerian PUPR khususnya BPJN III Sumbar-Bengkulu dengan kontraktor pelaksana ? Secara logika yang sangat sederhana sekali, langkah yang harus dilakukan untuk mempersempit praktek culas dalam pengadaan barang dan jasa umumnya di Kementerian PUPR khususnya di BPJN III Sumbar-Bengkulu ini adalah dengan melibatkan peran aktif masyarakat dalam melakukan monitoring terhadap pelaksanaan tender-tender proyek di BPJN III Sumbar-Bengkulu. Jika masyarakat menemukan adanya penyimpangan dalam pelaksanaan tender, aparat penegak hukum -Kepolisian, Kejaksaan atau KPK- harus menindaklanjuti.




The most important thing to do, kita perlu mendorong KONTRAKTOR yang dikalahkan dengan cara-cara yang kotor untuk berani melakukan perlawanan hukum seperti apa yang dilakukan Direktur PT PCP Suparman. Remember, 30 persen APBN bocor di pengadaan barang dan jasa. Karena itu, sekali lagi, KPK harus mengungkap tuntas dugaan “Praktek Mafia Proyek” di Kementerian PUPR seperti apa yang diungkapkan Abdul Khoir kepada penyidik KPK, khususnya dugaan “Mafia Proyek” di PBJN III Sumbar-Bengkulu. (***)




Cawako & Cawawako


This will close in 8 seconds